Temajuk, Jauh di Mata Indonesia Dekat di Hati Malaysia (bagian 2)

13331064421210319135
Sebuah jembatan perbatasan Temajuk dan Camar Bulan. Gambar: dok abanggeutanyo

Melanjutkan reportase tentang pesona Temajuk di bagian pertama, kini bagian kedua berikut ini penulis menyampaikan  beberapa sisi lainnya tentang sebuah desa diujung perbatasan negara republik Indonesia. Sebuah desa yang memiliki sejarah politik dan merana nun jauh di sana jauh dari hingar bingar keramaian.  Beberapa hal yang perlu diketahui tentang Temajuk adalah sebagai berikut :

  1. Sejarah nama dan sebutan Temajuk
  2. Pendiri Temajuk
  3. Potensi alam Temajuk
  4. Persoalan utama Temajuk
  5. Hubungan dengan negara tetangga (desa Teluk Malino, Malaysia)
  6. Harapan masyarakt Temajuk
  7. Potensi masalah di masa yang akan datang

Beberapa warga menyebutkan nama Temajuk itu berasal dari kisah tempat masuknya komunis ke Indonesia (Tempat Masuknya Jalur Komunis) khususnya di Kalimantan dari Malaysia pada masa-masa sebelum meletusnya G30S PKI.

Ada juga yang menyebutkan Temajuk sebagai tempat berkumpulnya para pemburu menggunakan rombongan anjing atau Anjing-anjing pemburu. Hal ini dikarenakan Temajuk sama dengan Temasuk dimana tem artinya tim atau rombongan, temasuk artinya anjing.

Apapun latar belakangnya dan alasan pemberian nama itu sulit bagi kita membuktikan darimana asal muasal pemberian nama dan sebutan Temajuk, yang jelas desa ini pecahan dari salah satu desa induk di Kecamatan Paloh. Temajuk naik statusnya menjadi desa (sebelumnya  status sebagai dusun) pada Februari 2002.

Siapakah yang bangun desa Temajuk? Tentu banyak, sama halnya dengan banyaknya para pendahulu yang telah mendarat di kawasan ini sebelum kemerdekaan bahkan jauh sebelumnya. Tapi tidak banyak yang tahu tentang kapan dan siapa sesungguhnya yang membangun desa ini. Akan tetapi jika mengacu kepada sebuah buku yang dibuat oleh para petinggi desa Temajuk kita dapat melihat catatan dan kisah perjalanan sejarahnya pada tahun 1990-an terdapat dua puluhan orang dibawah pimpinan bapak Safari (almarhum) mulai bergotong royong membangun jalan dari Ceremai ke Temajuk.

Pada periode berikutnya, rombongan ini dipimpin oleh pak Atong (Rashad). Beliau bersama beberapa rekan sebanyak 14 orang desa dari Paloh mencoba membangun kembali jalan menuju Temajok. Sayangnya upaya gotong selama sebulan itu tidak maksimal membuka dusun Temajuk menjadi dusun yang mudah diakses. Gotong Royong itupun bubar sampai akhirnya pak Atong bekerja dengan caranya sendiri mempopulerkan desa Temajuk melalui wisata.

1333105225801852201
Pak Atong pengelola Villa sederhana di taman wisata bahari Temajuk. Tetap semangat dalam kondisi serba terbatas

Apa yang dilakukan pak Atong, tak lain adalah memanfaatkan potensi keindahan alam dusun Temajuk. Ketika dusun ini naik peringkat menjadi desa pak Atong dan beberapa tetangga pada awalnya semangat membebaskan keterasingan kawasan ini. Akan tetapi setelah warga melihat tidak ada perubahan signifikan dalam menjaring wisatawan ke Temajuk pelan-pelan warga menyingkir. Tinggallah pak Atong sendiri mengurus potensi wisata di sana.

Waktu terus berlalu, pak Atong tidak kenal lelah. Kepada siapapun yang berkunjug ke Temajuk khususnya ke kawasan wisata bahari Atong kita dapat bertemu dengan di sebuah Villa yang disediakan oleh pemerintah daerah kabupaten Sambas. Bantuan pemda untuk siapa saja yang ingin mengenal Temajuk boleh tinggal gratis di situ. Kalaupun ingin membantu tidak ada tarif dan paksaan. Pak Atong dengan ramah, ikhlas dan gembira menjaga lokasi tersebut.

Sekarang barulah pak Atong mulai tersenyum, upaya kerja keras tak kenal lelahnya mulai membuahkan hasil. Ia pun kini mendirikan Kelompok Sadar Wisata (Pok Darwis) dimana ia menjadi ketuanya dengan jumlah anggota sebanyak 22 orang.

Dari buku tamu di Villa sederhana tersebut kita nama-nama pejabat teras dari pusat baik dari kalangan militer, polri dan BUMN, belum lagi para tamu dari kalangan publik figure yang tidak disebutkan dalam tulisan ini. Para tamu yang datang memberikan tanggapan dan masukan mereka.

Dari hampir 300-an tamu yang penulis baca kesan dan pesannya, sebagian besar tamu memberikan catatan mereka dalam berbagai versi, akan tetapi setelah dicerna baik-baik seluruh masukan itu terbagi dalam 5 hal, yaitu :

  1. Mengagumi keindahan pantai dan alam desa Temajuk (33% masukan).

    1333106104829312141
    Buku tamu pengunjung Villa sederhana di desa Temajuk
  2. Mengeluhkan sarana jalan menuju tempat wisata. (27% masukan).
  3. Mengeluhkan tidak tersedianya sarana listrik dan telepon (20% masukan).
  4. Mengeluhkan tempat tidak ada tempat penginapan yang representatif. (15% masukan)
  5. Meminta pengelola dan masyarakat setempat tetap semangat membangun daerahnya. (5% masukan).

Dari urutan masukan tamu yang tertera dalam buku tamu di atas kita dapat melihat bahwa ada 5 hal persoalan utama di desa temajuk. Dari ke lima hal itu persoalan mengagumi bukanlah sesuatu yang penting. Persoalan yang penting adalah urutan ke empat  sampai urutan ke lima.

Pada urutan pertama persoalan di desa temajuk adalah masalah jalan. Akses menuju desa Temajuk dari desa Ceremai sebagaimana disebutkan pada tulisan sebelumnya memang sangatlah buruk. Belum lagi jalan-jalan yang tersedia di desa itu saat kita akan menuju ke beberapa kawasan wisata dan ke perbatasan desa negara tetangga (Teluk Malino).

Urutan ke dua adalah listrik dan sarana komunikasi. Jika anda ke desa ini jangan harap dapat menghubungi keluarga dan kolega jika tidak membawa alat bantu lainnya misalnya Handy Talky (HT) atau Telepon Satelit. Jangan pikirkan ada wartel di sana karena tidak ada listrik dan penyediaan jaringannya.

Urutan ke tiga dan seterusnya tidak dibahas lagi untuk mempersingkat tulisan ini. Pembaca budiman dapat memperkirakan apa dan bagaimana kondisinya mengacu pada poin persoalan di atas.

Lalu, apa dan bagaimana situasi desa tetangga?

Kata pepatah melihat rumput tetangga memang indah dan mempesona. Begitu juga dengan desa Temaju dibanding dengan desa terluar milik negara jiran kita Malaysia. Jangan heran dan memang tidak berlebih-lebihan jika menyebutkan perbandingan ke duanya seperti membandingkan siang dan malam.

Terlalu berlebihankah? Bisa jadi seperti itu tapi sebenarnya karena memang sitausinya demikian maka tak terlalu penting ranah hiperbol itu kita bahas sebab ada yang lebih penting yaitu kita akui situasi dan kondisi desa milik Malaysia ini tertata dengan baik.

Jalan dari desa Temajuk menuju ke desa Teluk Malino saja sudah tidak meyakinkan. Selain berlubang berbatu (paving blok yang sudah pecah dan retak-retak) lebarnya pun tak sampai 2 meter dengan posisi jalan berbelok, mendaki dan berlubang. Perlu ekstra hati-hati dan perjuangan berat menuju ke desa tetangga kita.

Suasana di desa tetangga kita (Teluk Malino) mirip dengan suasana dalam film kartun “Ipin dan Upin.” Di sana memang jalannya meskipun juga dari tanah terlihat sangat rapi dengan susunan rumah menghadap ke arah yang sama menghadap tetangga. Tak ada yang serong posisinya menghadap ke utara, selatan, utara, tenggara, barat laut dan sebagainya dalam satu garis jalan seperti di tempat kita.

Di desa ini pos jaga milik pemerintah Malaysia yang dijaga oleh tentara Malaysia sangat apik dan representatif, milik guest house di perusahaan besar di negeri kita. Selain itu di sini kita temukan juga sebuah sekolah modern dan luas. Sekolah ini punya 6 kelas dengan jumlah siswa hanya 56 orang dan guru yang mengajar sampai 12 orang belum termasuk kepala sekolah dan penjaga sekolah.

Di desa tetangga kita juga ditemukan generator listrik yang digerakkan oleh angin, matahari dan disel. Ke tiga sistem itu bekerja secara otomatis dalam kondisi cuaca yang sesuai untuk menggerakkan generator itu. Misalnya ketika angin tersedia cukp maka generator itu digerakkan oleh angin. Lalu jika sinar matahari sangat terang dan cukup maka generator itu digerakkan oleh sinar surya. Jika ke duan dalam keadaan kurang baik maka generator itu digerakkan oleh tenaga disesel. Semua pemakaian listrik untuk warga di kawasan ini gratis, “free” kata pemuda setempat dengan bangganya.

Masih di Teluk Malino desa tetangga kita temukan sambutan masyarakat yang baik dan ramah. Oleh beberapa pemuda setempat malah mengajak penulis masuk lebih dalam lagi sampai ke Kuching secara gratis. Bahkan penulis disuguhi minuman kaleng yang dijual di sebuah warung.

Di Warung itu kita dapat temukan ibu yang asli Indonesia sebut saja puan Minah. Beliau sudah lama berada di kawasan tersebut. Bahkan ia mempunyai menantu orang Malaysia dua orang. Ia menggunakan loga Malaysia dan menggunakan istilah “Indon” untuk menyebut sesuatu dari indonesia.

Ia menjual bensin Malaysia, harganya sekitar IDR.7500 per liternya. Di samping itu kita juga dapat temukan beberapa rokok populer yang dijual di tanah air dengan harga sampai Rp.12.000 per bungkusnya tapi di kios ini kita dapat memperolehnya dengan harga IDR.7500. Murah bukan?

Belum lagi harga bahan kebutuhan lainnya, minyak makan, beras, gula dan makanan kaleng, oh my god… lebih murah di kedai milik puan Minah. Padahal puan ini sudah menaikkan beberapa prosen harganya untuk menggantikan biaya angkut atau tramsportasinya membeli ke toko yang lebih besar.

13331019041765926998
Suasana pintu gerbang di perbatasan. Tanpa ada apa-apa. Gambar: dok pribadi abanggeutanyo

Tanpa terasa malam pun datang menyapa. Di kawasan itu hiduplah lampu jalan desa dengan terang benderang. Penulis merangkak pelan keluar dari kawasan itu. Hanya berselang beberapa menit kemudian tibalah penulis di kawasan negara kita, suasananya mencekam, sepi, senyap. hening kecuali suara motor yang membawa penulis meraung-raung seperti tak mampu menanjak lagi.

Angin sepoi-sepoi mulai terasa. Udara yang tadinya panas mulai terasa dingin. Penulis menyusuri jalan yang sangat tidak layak itu sampai ke penginapan.

Setelah tiba di penginapan, malamnya penulis masih sempat bercengkarama dengan beberapa warga di Temajuk. Dari acara ngobrol ngawur ngidul penulis memperoleh beberapa masuk dari warga. Beberapa diantranya dengan semangat mengatakan pendapatnya seperti di bawah ini:

“Soal kebutuhan pokok, kami memperolehnya dari Malaysia. Gula, beras, minyak makan dan mie instan serta obat-obatan kami dapat dari Malaysia. Harganya murah dan tidak perlu lama-lama. Kalau berharap dari Paloh tentu bisa lebih lama dan lebih mahal, ” kata seorang warga yang tidak bersedia dicantumkan namanya.

“Soal penerangan dan listrik, kami harap perhatian nyata dari pemerintah pusat. Jika pemda tidak mampu lagi menyediakan dan memperbaiki sarana listrik yang telah hangus terbakar instalsinya itu kami harapkan bantuan dari pemerintah pusat, karena meskipun kami melihat rumput tetangga lebih indah tapi tidak menurunkan loyalitas kami pada negara sendiri.”

“Pemerintah jangan anggap kami seperti anak tiri. Sebab jika terlalu lama kami merana seperti ini bisa jadi suatu saat kami merasa menjadi warga negara Malaysia. Peristiwa dalam issue Camar Bulan adalah issue politik dan itu sengaja dikembangkan agar pemerintah RI melihat kami yang menderita di sini seperti bukan warganya sendiri rasanya,” kata warga lainnya.

“Hubungan kami dengan tetangga (Teluk Malino) sangat baik. Mereka banyak menolong kami. Selain itu hubungan psikologis juga erat karena beberapa warga Malaysia bertalian keluarga dengan warga di Temajuk, Paloh dan Sambas,” kata seorang penjual kopi di dekat lapangan sekolah dasar negeri.

“Kami mengharapkan sekolah kami mendapat suplay listrik, tamhana guru tetap dan sarana belajar yang memadai. Bayangkan kami harus membeli bateray terus menerus untuk mengecas alat pengeras suara seperti ini, kata seorang guru yang berhasil penulis temui di warung kopi setelah lepas siang sebelum pulang kembali  atau keluar dari Temajuk pada jam 15.00.

Waktu menunjukkan pukul 14.30. Saatnya meninggalkan Temajuk agar tidak kemalaman di jalan yang gelap dengan aneka route yang memiliki hambatan yang tak sesuai dengan kondisi kendaraan motor yang penulis gunakan.

Saat pulang penulis mencoba route dari pantai untuk keluar dari Temajuk. Melalui jalur ini ternyata lebih berat lagi. Berkali-kali motor terperosok ke dalam pasir laut. Akibatnya perjalanan sepanjang 20 kilometer saja malah harus ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Penulis keluar dari pantai mencari jalan tembus ke darat melalui hutan kecil sampai menemukan jalur utama saat menuju ke Temajuk dua hari sebelumnya.

Demikian pembaca budiman, desa Temajuk ini memiliki kawasan wisata  yang indah dan menarik. Potensi alamnya sangat menjanjikan. Ditambah lagi dengan sikap dan perilaku warga yang ramah dan sangat polos dan sopan. Warga yang baik ini berkorban dari masa ke masa untuk membangun kawasan itu secara silih berganti dari generasi ke genrasi dalam keadaan serba terbatas dalam berbagai hal.

Sementara itu tidak jauh dari rumah mereka ada tetangga yang telah memiliki kualitas hidup yang lebih baik dalam segala hal. Kalimat apa lagi yang paling pas kita tujukan kepada pihak berkompeten mengurus bangsa dan negara agar segara mengerahkan waktu dan tenaga serta biaya membangun Temajuk….?

Jika kata-kata di atas sudah tidak ampuh lagi dan tidak menstimulir perhatian  nyata pemerintah Pusat dan Daerah lebih agresif membangun Temajuk, jangan salahkan warga jika suatu saat rasa nasionalisme mereka terkikis oleh keputusasaan dan kekecewaan yang tidak terbayar oleh apappun lagi.

Informasi terakhir, menjelang kedatangan presiden Jokowi ke Kalbar khususnya ke Temajuk pada 21 Januari 2015 pembangunan jalan dan prasarana sudah lebih baik. Salah satunya dapat dilihat pada gambar  ini sebuah gambar di sudut kota Temajuk pada Januari 2015.

Kedatangan ini menindak lanjuti hasil kunjungan sejumlah menteri ke sana setelah melihat dengan mata kepala sendiri betap Temajuk wilayah kita nun terpencil di sana rasanya seperti kurang perhatian. Mungkin benar juga Temajuk jauh di mata Indonesia tapi dekat di hati Malaysia.

Sebelum terlambat, mari kita menuju ke Temajuk..!

Salam AGI

Terimakasih berkenan memberi komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.