Melihat Pedalaman Kalimantan Barat dari Dekat

Perjalanan kita kali ini menuju ke Selatan Kalimantan Barat, tepatnya ke Badau, sebuah kecamatan di dalam Kabuapten Kapuas Hulu  yang berjarak hampir seribu km dari Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).

Jarak tempuh darat dari Pontianak ke Pustussibau (ibukota Kapuas Hulu) sekitar 780 kilometer, sedangkan jarak Putussibau ke Badau hanya 179 kilometer. Tatal perjalanan yang harus ditempuh tidak tanggung-tanggung, cuma hampir 959 kilometer. Belum lagi untuk kembali ke Pontianak, total perjalanan darat harus ditempuh hampir 2000 kilometer.

Kabupaten Kapuas Hulu dengan ibukota Putussibau dibentuk secara resmi pada 13 Januari 1953 dengan bupati pertamanya adalah Anak Arak yang menjabat hingga 1955. Sebelumnya wilayah ini telah memiliki pemimpin daerah karismatik, JC Oevang Oeray yang belakangan juga menjadi Gubernur pertama Kalbar.

1347174718929732597
Salah satu sudut panorma berlatar belakang gunung tempat beradanya danau Sentarum. Sumber gambar pribadi

Sejumlah kepala daerah telah datang pergi silih berganti mengelola Kapuas Hulu, tak kurang 17 orang bupati (di luar Eovang Oeray) telah menjabat. Usia kabupaten Kapuas Hulu berdasarkan tahun pembentukannya secara resmi telah berusia 59 atau lebih setengah abad.

Akan tetapi dalam perjalanan hampir 60 tahunnya ternyata nasibnya tidaklah seperti perjalanan kabupaten lainnya yang maju dalam pembangunan ekonomi paling terutama. Padahal sejumlah bupati kepala daerah yang telah datang dan pergi silih berganti itu bukan tidak berbuat apa-apa, bukan juga karena mereka hanya mementingkan kepentingan jabatan dan politik serta partainya saja seperti pada umumnya terjadi sekarang ini.

Para bupati dari masa ke masa telah berbuat banyak dan memiliki semangat serta daya juang melepaskan keterisoliran wilayahnya dari “dunia luar” terutama sekali dari dunia Kalbar. Bayangkan saja, menurut informasi yang diterima dari salah satu pegawai negeri di Pos Lintas Batas Nanga Badau, Indonesia dan Lubuk Antu, Malaysia, “jalan yang menghubungkan Putussibau ke Badau baru ada jalan perintisnya sejak 1997,” katanya.

Jika benar seperti itu berarti perlu  perlu waktu 44 tahun untuk memperoleh jalan perintis. Belum lagi terhubung dengan jalan yang layak baru dibangun sekitar 5 tahun lalu, atau lebih dari setengah abad baru memperoleh jalan layak pakai  yang menghubungkan transportasi Putussibau dan Badau, itupun kondisinya masih sangat “melelahkan” karena hampir setengah perjalan dari Putussibau ke Badau masih berbatu dan dalam dalam tahap penimbunan atau pengerasan.

1347172372788895172
Salah satu titik jalan sudah beraspal dan masih pengerjaan pengerasan di Badau. Sumbe gambar pribadi

Sementara itu, kondisi jalan dari Pontianak ke Putissibau juga tak kalah seru. Meskipun lebih dari 50% ruas jalan telah baik tapi di setiap kabupaten yang dilalui menyisakan warisan-warisan mengerikan, yaitu setiap kabupaten pasti memilik ruas jalan yang sangat tidak layak dan paling buruk sepanjang 50 kilometer menjelang masuk dan keluar  ibukota masing-masing kabupaten.  Selama belum adanya jalan perintis dan jalan provinsi masayarakat menggunakan perahu, boat tuktuk, speed boat mesin tempel dan sepeda motor.

Situasinya kini mulai berubah, sejak tahun 2012, masyarakat mulai menikmati perhatian dari pemerintah dengan kucuran dana sebesar Rp.185 miliar dari APBN  untuk memperbaiki dan membangun ruas batas Serawak- Nanga Badau – Aruk – Simpang Tanjung- Nangan Badau – Lanjak – Putussibau) dianggarkan Rp 185,27 milia  untuk menghubungkan Badau ke Putussibau dan Badau ke perbatasan  Lubuk Antu, Serawak Malaysia.

Itulah sebabnya perjalanan ke Badau itu sangat melelahkan, selain ruas jalan dari Kabupaten Sintang ke Kapuas Hulu agak sempit juga masih banyak jebakan maut jalan berlubang diantara jalan mulus beraspal. Diantara tanjakan-tanjakan sempit dan beraspal mulus itu banyak  ditemukan “jebakan maut” siap menanti diturunan lurus dan menikung.

Padahal ruas Putussibau ke Badau itu mempunyai panorama sangat indah. Di antara Putissibau dan Badau, kita temukan dana indah rupawan, sering terdengar tapi tak tau lokasinya yaitu danau Sentarum yang indah mempesona seperti danau-danau di daerah pengunungan lainnya.

Danau Sentarum sering terdengar tapi tak semua orang mudah ke sana karena selain masalah transportasi yang belum memadai juga promosi wisata oleh instansi terkait masih sangat lemah. Lokasi danau Sentarum ini sejak tahun 1999 telah ditetapkan sebagai Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dan mempunyai luas 132.000 Hektar. Lokasi danau itu sendiri berada di atas 89.000 hektar hutan rawa tergenang dan 43.000 hektar daratan (132 ribu hektar).

1347174808390817702
Salah satu sudut panorma berlatar belakang danau Sentarum. Sumber gambar pribadi

Panorama alam pegunungannya sangat indah, mengingatkan kita pada panorama di daerah Ciwidey dan Tangkuban Perahu di Jawa Barat. Beberapa hutan lindung dan taman nasional juga masih terlihat dan terawat meskipun upaya-upaya pencurian kayu hutan senantiasa punya cara dengan dalih dan alasan apapun dilakukan secara tersembunyi tapi tidaklah separah satu dekade terakhir yang telah memperkosa bumi Khatulistiwa secara amat vulgar dan menyakitkan.

13471718021221101868
Anak-anak pulang sekolah menempuh perjalanan lebih 10 kilometer dari rumahnya. gambar: koleksi pribadi

Di sepanjang jalan berdebu anak-anak sekolah tetap semangat menempuh perjalanan berjalan kaki  ke sekolah hingga 10 kilometer dari rumahnya dengan teman-temannya.

Sementara itu, para penduduk lokal setempat ke ladang, berburu dan berjualan. Sering kita temukan sekelompok orang Dayak berkelompok dan sendiri-sendiri hanya ditemani dua ekor anjingnya menelusuri jalanan berdebu atau berbatu setelah berburu atau ke ladang mereka. Semuanya penuh semangat menjalani hidup mereka masing-masing dalam hutan milik mereka yang kaya dan indah mempesona.

Sampai kapankah jalan-jalan menghubungkan pedalaman Kalbar seperti di Putussibau ini selesai di bangun? Sering ditemukan pengalaman di tempat lain, jalan dibangun asal-asalan, sebulan dipakai terkelupas meninggalkan jebakan maut mengerikan. Belum lagi  anggaran terbatas dan pelaksana yang kurang atau tidak bertanggung jawab.

Harapan kita melalui tulisan ini adalah semoga pemerintah, warga masyarakat dan pelaksana proyek dapat mengenban tugas da tanggung jawab ini dengan sebaik-baiknya, agar ketersioliran, ketertinggalan dan bebragai faktor lainnya yang membuat wilayah ini tertinggal dan tak mampu diperbuat lebih banyak oleh sejumlah bupati sebelumnya akan terjawab dan teratasi dengan sebaik-baiknya.

Jika kondisi ini tidak segera berubah bukan saja orang yang berkunjung akan merasakan kelelahan, tapi juga juga semua masyarakat dan pemerintah daerah akan kelelahan mengatasi masalah warisan turun temurun tersebut. Padahal, alamnya sangat indah dan mempesona.

Kawasan eksotik di Kalbar ini sangat potensial menjadi daerah wisata di masa kini dan yang akan datang jika semua pihak mau bersama-sama penuh cinta kasih merawat alam lingkungan serta bertanggung jawab secara total terhadap sarana dan pra sarana pendukukungnya.

Salam AGI

Terimakasih berkenan memberi komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.